Jumat, 22 April 2016

EYE IN THE SKY (2016)


Review film Eye In The Sky 2016

“in war, truth is the first casualty” – Aeschylus

Humanity. Film yang memiliki unsur kemanusiaan selalu penuh dengan ambiguitas dan tidak pernah memberikan jawaban yang pasti kepada penonton. Begitu pula dengan film terbaru garapan Gavin Hood, Eye In The Sky. “untuk menyelamatkan banyak nyawa, kemanusiaan harus dikesampingkan”.  Kira-kira seperti itu pesan yang saya dapatkan setelah menonton film ini. Dan tentunya, penonton sendiri yang akan menilai pernyataan tersebut benar atau tidak.


Kolonel Katherine Powell (Helen Mirren) mendapatkan informasi kalau para petinggi kelompok terorrist Al-shabaab akan mengadakan pertemuan di sebuah kota di Kenya. Operasi penangkapan pun akan segera dilakukan. Steve Watts (Aaron Paul) dan Carrie Gershon (Phoebe Fox) ditugaskan untuk memata-matai para terorris tersebut dengan menggunakan reaper drone. Letnan Jenderal Frank Benson (Alan Rickman) beserta beberapa orang dari pemerintahan Inggris juga ikut menyaksikan operasi ini. Masalah menjadi semakin rumit saat fakta mengejutkan ditemukan dan membuat operasi penangkapan tidak berjalan sesuai seperti yang diharapkan.

Review film Eye In The Sky 2016

Paruh awal film ini memang berjalan lambat (agak membosankan). Penonton musti bersabar untuk merasakan tensi di film ini. Tapi semakin lama, film ini seolah melaju semakin kencang. Dengan masalah yang sangat sederhana, “strike or not”, Gavin Hood berhasil menciptakan ketegangan yang secara perlahan meningkat hingga mencapai klimaks yang benar-benar menegangkan dan sangat emosional.

film ini tentunya tak lepas dari unsur politik. Film yang mengandung unsur politik umumnya membosankan karena sulit untuk diikuti dan berbelit-belit. Tapi, tidak untuk film ini, unsur politik dalam film ini disusun secara rapih dan sangat enjoyable. Penonton pun jadi tahu apa sebenarnya yang membuat “strike or not” ini menjadi sangat dipermasalahkan.

Teknologi drone yang menjadi alat utama di film ini sukses menjadi highlight. Adegan yang memperlihatkan para agen mengintai terorrist menggunakan reaper drone ataupun dengan drone yang berbentuk binatang menjadi adegan yang sangat menarik dan sangat memanjakan mata penonton.

Performa terbaik ditunjukan oleh Helen Mirren yang memerankan Kolonel Katherine Powell. sosoknya begitu tegas dan sangat ambisius. Saya rasanya dapat merasakan emosi dari setiap kata yang ia lontarkan. Dan tentunya mendiang Alan Rickman juga berperan sangat baik di film terakhirnya ini. Sosoknya sebagai Letnan Jenderal Frank mungkin tampak dingin. Tapi di sisi lain Frank adalah seorang ayah yang mencintai anaknya.


Review film Eye In The Sky 2016

Saya salut bagaimana Gavin Hood bisa memanfaatkan hal yang sangat sederhana menjadi hal yang sangat problematis dan menarik. Selain “strike or not”, adegan klimaks di film ini juga terbilang sederhana tapi sangat menegangkan dan emosional. Tidak perlu ledakan besar-besaran dan scoring yang megah, adegan klimaks di film ini sukses memacu jantung sekaligus mengiris hati penonton. Film ini juga ditutup dengan “kesunyian”. Sang Sutradara seolah-olah memberikan waktu bagi penonton untuk berpikir dan mencerna apa yang baru saja mereka saksikan.

Final words, terlepas dari paruh awal film yang berajalan lambat, film ini perlahan tapi pasti menciptakan keteganan yang semakin meningkat. Naskah yang ditulis oleh Guy Hibbert ini begitu rapih yang membuat penonton tidak akan kebingungan dengan unsur politik yang membumbui film ini. Sebuah sajian thriller yang tidak hanya menegangkan tapi juga mengiris hati penonton. 



0 komentar:

Posting Komentar